RESUME KEPERAWATAN JIWA ECT
A.
IDENTITAS
KLIEN
Nama : Ny.S
Umur : 28
tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bayat
Diagnosa Medis : Skizofrenia
Tanggal masuk : 12
Agustus 2017
No. Register : 02XXXX
B.
ALASAN
MASUK
2 hari sebelum masuk RS dirumah klien marah-marah,
ngamuk-ngamuk sampai memukul ibunya, klien terlihat bingung dan melempar
barang-barang dirumah, lalu keluarga mengurung paisen di kamar hingga keluarga
memutuskan membawa pasien ke rumah sakit jiwa DR. RM SOEDJARWADI.
C.
FAKTOR
PREDISPOSIS
Stress : perpisahan dengan suaminya, dari situ klien mulai terlihat marah-marah
D.
DATA
FOKUS
a.
Pre- ECT
DS :
- Klien
mengatakan takut mau diECT
DO :
- Klien
tampak bingung, gelisah, dan menangis
-
Klien tampak cemas sebelum masuk ruang ECT.
b. Intra
ECT
DS : -
DO :
-
terpasang gudel
-
kesadaran : somnolent, GCS : E3V3M4,, SP02 98%, TD : 110/80 mmHg, Nadi 80x/mnt,
RR 22x/mnt, Suhu : 36,0⁰C, Spo2 99 %
-
terdapat sedikitsekret di mulut.
c. Post
ECT
1. DS
:
- Klien mengatakan badannya lemas dan tidak kuat
jalan setelah dilakukan ECT,
DO : - Klien
tampak lemah, lemas.
- Klien
tampak bingung, gelisah.
- Mata tampak merah
E.
ANALISA
DATA
Tgl/jam
|
Data focus
|
Problem
|
Etiologi
|
5 -09-2017
Jam 09.15
|
Pre ECT
DS :
- Klien
mengatakan takut mau disuntik
DO :
-
Klien tampak bingung, gelisah, dan terkadang
bicara sendiri
-
Klien tampak cemas sebelum masuk ruang ECT.
Intra ECT
1. DS
: -
DO :
-
Terpasang gudel
-
Terdapat sedikit sekret di mulut.
-
kesadaran: somnolent, GCS E3V3M4, SP02 98%, TD
: 110/80, Nadi 80x/mnt, RR 22x/mnt, Suhu : 36,0⁰C,
Post ECT
1. DS
:
-
Klien mengatakan badannya lemas dan tidak kuat
jalan setelah dilakukan ECT,
DO
:
-
Klien tampak lemah di atas tempat tidur
-
Klien tampak bingung, gelisah, , lemas, dan
mata tampak merah
|
Cemas
Resiko Aspirasi
Resiko jatuh
|
Penatalaksanaan ECT
Efek anastesi
Post ECT
|
F.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Pre ECT
:
Ø Cemas
berhubungan dengan penatalaksanaan ECT
2.
Intra ECT
Ø
Resiko Aspirasi berhubungan dengan efek anastesi.
3.
Post ECT
Ø
Resiko jatuh berhubungan dengan post ECT
G.
PATOFISIOLOGI
Penyebab gangguan
jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik, sosiokultural dan
psikoedukatif.Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan pada neurotransmiter
norefinefrin, serotonin dan dopamin.Ketidakseimbangan kimiawi otak yang
bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima
komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku.Karena itu pada
terapi farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki kerja neurotransmitter
norefinefrin, serotonine dan dopamin.
Berbagai faktor
psikologik memainkan peran terjadinya gangguan depresif.Kebanyakan gangguan
depresif karena faktor psikologik terjadi pada gangguan depresif ringan dan
sedang, terutama gangguan depresif reaktif.Gangguan depresif reaktif biasanya
didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian diri selama masa pengobatan.
Mereka dengan rasa
percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian
pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami
gangguan depresif. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami
gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya.Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam
keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru
perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif.
Orang belajar dengan proses
adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di
keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan
mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi
masalah.Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah
psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi
ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.
Menurut Freud,
kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya
berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis
dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi
faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat
gangguan depresif muncul.
Selain hal di atas,
obat-obat juga dapat mendorong seseorang mengalami gangguan depresif. Obat-obat
tersebut seperti yang tertera pada tabel di bawah ini :
Obat-obat yang menginduksi
gangguan depresif
|
Obat kardiovaskular
β-Blocker
Klonidin
Metildopa
Prokainamid
Reserpin
Obat sistem saraf pusat
Barbiturat
Benzodiazepin
Kloral Hidrat
Etanol
Fenitoin
|
Obat hormonal
Steroid anabolik
Korticosteroid
Estrogen
Progestin
Tamoxifen
Lain-lain
Indometacin
Interferon
Narkotika
|
Tanda - Tanda Dan
Gejala Klinis :
1. Tanda – Tanda
Tanda gangguan depresif yang
melanda jutaan orang di Indonesia setiap tahun, seringkali tidak
dikenali.Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan murung dalam jangka waktu
cukup lama dengan latar belakang yang berbeda-beda. Variasi tanda sangat luas
dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke waktu pada diriseseorang.
Gejalanya sering tersamar dalam berbagai keluhan sehingga seringkali tidak
disadari juga oleh dokter.
Tanda gangguan depresif itu
adalah :
a.
Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk
diselingi kegelisahan dan mimpi buruk
b.
Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari
c.
Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas
d.
Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin
dihentikan
e.
Bangun tidur pagi rasanya malas
Gangguan
depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan pikiran.
Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara seseorang
merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang dunia
sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah
berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan pula kemalasan.
Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong hanya dengan
membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi tanda dan gejala tak
akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun.
2.
Gejala
Gejala
gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya, dipengaruhi
juga oleh beratnya gejala.Gangguan depresif mempengaruhi pola pikir, perasaan
dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan depresif tidak mempunyai
simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari satu
orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian
atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan.Kebanyakan gejala
dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran dan kecemasan terkait
dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait
perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.
a. Perubahan cara berpikir –
terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan membuat seseorang sulit
mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran
negatif sering menghinggapi pikiran mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya
diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar, dan mengkritik diri
sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan bunuh
diri atau membunuh orang lain.Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa
sebab jelas.
b. Beberapa orang merasa tak lagi
dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan tak dapat merasakan
kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan apapun.
Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu tanpa
bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan
ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
c. Perubahan perilaku – ini
merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka menjadi apatis. Menjadi sulit
bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari pergaulan. Nafsu
makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit membangkitkan keinginan
untuk makan. Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas.
Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun
sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti
mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi.
Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
d. Perubahan Kesehatan Fisik –
dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya tidak sehat fisik selama gangguan
depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih senang berada di tempat tidur
tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur. Mereka
terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit. Keluhan
sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan depresif.
Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut
berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun,
dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap
hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya
membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.
H. RENCANA
/INTERVENSI
Tgl/jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana/Intervensi Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Tahap Pre- ECT
5-09-2017 09.15
|
Cemas berhubungan dengan
Penatalaksanaan ECT
|
Untuk mengurangi kecemasan klien
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kecemasan klien berkurang
|
1. Jelaskan
apa yang akan terjadi/prosedur pelaksanaan ECT
2. Beri
penjelasan tentang efek tindakan ECT
3. Siapkan
posisi klien senyaman mungkin
|
Intra ECT
5-09-2017 09.15
|
Resiko Aspirasi berhubungan
dengan efek anastesi
|
Untuk menghindari resiko aspirasi
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan klien tidak mengalamai aspirasi
|
1. Posisikan
kepala ekstensi/miring kanan/miring kiri
2. Pelihara
jalan napas
3. Monitor
tingkat kesadaran dan refleks batuk
4. Monitor
saturasi oksigen
5. Pasang
mayotube
|
Post
ECT
|
Resiko jatuh berhubungan
dengan post ECT
|
Untuk menghindari resiko cedera
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
klien tidak mengalami cedera eksternal post ECT karena penurunan tingkat
kesadaran
|
Dampingi klien selama masa
pemulihan hingga klien sadar.
|
I.
IMPLEMENTASI
DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No Dx
|
Hari/tgl/Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1.
|
Selasa,
05-09-2017
09.30
|
Pre
ECT
1. Menjelaskan
prosedur pelaksanaan ECT
2. Memberikan
penjelasan tentang efek samping tindakan ECT
3. Menyiapkan
posisi klien senyaman mungkin
4. Mengajarkan
teknik relaksasi napas dalam
|
S : Klien mengatakan cemasnya
berkurang
O : Klien masih tampak takut dan cemas
A : Tujuan dari intervensi
keperawatan tercapai.
P : Perawat :
1.
Pertahankan IntervensiIntra ECT.
Klien :
1.
Bersedia berpartisipasi dalam prosedur
ECT.
|
1
|
Selasa,
05-09-2017
09
: 40
|
Intra ECT
1. Memposisikan
kepala klien ekstensi/ miring kiri/ miring kanan
2. Memberikan
klien gudel
3. Memberikan
O2 sesuai kebutuhan klien
4. Memberikan
tindakan ECT
5. Mengobservasi
tingkat kesadaran klien
6. Mengobservasi
TTV
7. Memonitor saturasi oksigen
|
S :
O :
-Tidak ada bunyi stridor
- Tidak ada secret
-TD : 110/ 80 mmHg
-Nadi : 84 x/ menit
-RR : 22 x/ menit
-Suhu :
C
-GCS E3V3M4
- Sp02 99 %
A : Tujuan
dari intervensi tercapai
P : Perawat
:
1.
Pertahankan
intervensi keperawatan.
Klien :
1. Anjurkan untuk mengikuti intruksi prosedur.
|
1
|
Senin,
07-08-2017
10.00
|
Post ECT
1. Mendampingi
klien selama masa pemulihan hingga klien sadar
2. Membantu
klien bangun dari tempat tidur
3. Membantu
klien ke ruangan
|
S : -
O :
-klien
setengah sadar dan berbaring di atas empat tidur
A : Tujuan dari
intervensi belum tercapai
P :Perawat
1.
Intervensi dilanjutkan di bangsal.
-Mobilisasi dengan kursi
roda
-Reevaluasi resiko jatuh.
Klien
:
1.
Bersedia mengikuti anjuran.
|
DAFTAR PUSTAKA
Baihagi, MIF. (2007). Psikiatri.Bandung : PT Refika Aditama.
Budi A Keliat. (2009). Model Praktek Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Dalami, Ermawati dkk (2009).Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Infa
Media.
Depkes RI. (2008). Standar
Pedoman Perawatan Jiwa.
Kaplan Sadoch. (2007). Sinopsis
Psikiatri Edisi 7. Jakarta: EGC.
Maramis, W.F. (2007). Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya : Airlangga University Press.
Stuart G W. (2011). Buku
Saku Keperawataan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Townsend M C. (2008) Diagnosa Keperawatan Pada Perawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta: EGC